Ahmad Fuad
1055201004
Cuplikan Perjuangan Pembebasan Frekuensi 2.4GHz
Pada saat tulisan ini anda baca,
barangkali Internet menggunakan radio merupakan hal yang wajar-wajar saja bagi
sebagian besar bangsa Indonesia. Anda akan cukup
kaget melihat bahwa hal ini akan bertolak belakang sekali dengan kenyataan di
luar negeri. Tidak banyak negara di dunia yang mampu untuk mengimplementasi Internet wireless
skala besar seperti di Indonesia dengan kecepatan
pembangunan sekitar 2000 node baru setiap bulan di tahun 2005.
Menyebarkan
Ilmu Internet Murah
Semua ini merupakan hasil sebuah
proses panjang mendidik banyak rekan-rekan di Indonesia untuk mampu membuat
infrastruktur Internet &
telekomunikasinya tanpa banyak di bantu pemerintah, tanpa utangan Bank Dunia, tanpa
utangan IMF. Bahkan sialnya lebih banyak
di kejar-kejar aparat, polisi dan di ambil peralatannya karena memang pada
awalnya sebelum tanggal 5 January 2005, sebagian besar pengguna Internet Wireless
di Indonesia memang mencuri frekuensi dan
menggunakannya tanpa ijin dari pemerintah sama sekali.
Bahu membahu para pejuang Wireless Internet
mengadakan workshop-workshop terutama di organize oleh Michael Sunggiardi
& rekan-rekan di tahun 2000-an. Michael Sunggiardi
dan Onno W. Purbo
berkeliling lebih dari 30 kota dalam waktu beberapa bulan dengan di sponsori
oleh banyak vendor seperti Corexindo, Compex, Planet dll. Rekan-rekan APJII di bawah pimpinan Heru Nugroho waktu itu
juga cukup aktif, dengan meminjan fasilitas yang ada di PT IDC di bawah pimpinan Ibu Aie
& Johar Alam, workshop wireless, workshop VoIP dilakukan.
Proses pemandaian dilakukan dengan
banyak cara, baik itu seminar, workshop, demo, juga menulis artikel, buku dan
menyimpan berbagai file yang berguna di berbagai situs di Internet agar orang dapat
mengambilnya secara gratis misalnya di:
- http://www.bogor.net/ di dukung oleh BONET / Michael Sunggiardi
- http://onno.vlsm.org di dukung oleh Rahmat Samik Ibrahim (UI)
- http://sandbox.bellanet.org/~onno/ di dukung oleh IDRC.
- http://opensource.telkomspeedy.com/speedyorari/ di dukung oleh PT. Telekomunikasi Indonesia.
Dengan menyebarnya pengetahuan
kebanyak kalangan di Indonesia, secara perlahan
tapi pasti massa pengguna Internet Wireless
menjadi berkembang, walaupun kita semua tahu bahwa kita tidak mempunyai ijin
menggunakan frekuensi 2.4GHz.
Akhir
2000 Keputusan DIRJEN POSTEL Tentang Internet Wireless
Akhirnya di akhir tahun 2000,
keluarlah Keputusan DIRJEN POSTEL 241/2000 tentang penggunaan bersama
(sharing) pita frekuensi 2400-2483.5 MHz antara Wireless LAN akses Internet bagi
pengguna di luar gedung (outdoor) dan Microwave Link yang
di tanda tangani oleh DIRJEN POSTEL Djamhari Sirat. KEPDIRJEN ini tampak sudah
di draft dari DIRJEN POSTEL sebelumnya Sasmito Dirjo.
Bertumpu pada keputusan DIRJEN POSTEL 241/2000, bulan Februari 2001, Balai
Monitoring frekuensi radio di berbagai kota mulai melakukan sweeping
terhadap para pembangkang & pejuang Internet Indonesia. Korban pun
berjatuhan, beberapa rekan harus merelakan alat-nya di sita oleh oknum Balai Monitoring
& Polisi. Memang sebuah perjuangan akan makan korban yang tidak sedikit
bagi pelakunya.
Akhirnya pada tanggal 2 Maret 2001, Onno W. Purbo melayangkan
surat ke DIRJEN POSTEL untuk menarik diri Onno W. Purbo dari POSTEL dan tidak akan
menginjakan kaki ke kantor POSTEL selama teman-teman di sweeping dan urusan
regulasi 2.4GHz tidak berpihak pada rakyat Indonesia. Salinan surat Onno W. Purbo kepada
DIRJEN POSTEL tanggal 2 Maret 2001 terlampir.
Sampai dengan tanggal 18 Agustus
2005 Onno W. Purbo
menepati janji-nya & tidak menginjak kaki-nya ke kantor POSTEL, walaupun sejak tanggal 5 January 2005 Onno W. Purbo sudah
dapat menginjak kaki ke POSTEL karena akhirnya rakyat Indonesia telah
merdeka untuk menggunakan frekuensi 2.4GHz
berdasarkan KEPMENHUB No. 2/2005 yang di tanda tangani oleh Hatta Rajasa.
2001 Terbentuk INDOWLI
Pertempuran semakin memuncak, pada
tanggal 10 November 2001 Asosiasi para pengguna Wireless Internet,
yang kemudian di kenal dengan sebutan INDOWLI, di bentuk di acara
seminar acara seminar & workshop implementasi wireless data network untuk
jaringan teknologi informasi
di Indonesia dengan sub topic kerangka infrastruktur pembentukan masyarakat
berbasis teknologi informasi
di Indonesia di Malang, yang di pimpin oleh rekan M. Shalahuddin, yang lebih di
kenal sebagai Didin atas dorongan dari Lendy Widayana Pada waktu itu berkumpul banyak
rekan, termasuk, Agus Sutandar, Michael Sunggiardi,
Barata, Didin, Yohanes Sumaryo dan banyak lagi, kami sepakat membentuk sebuah
organisasi untuk menaungi para pengguna Wireless Internet
di Indonesia.
Ketua pertama INDOWLI adalah Barata. Barata
yang kemudian hari banyak melakukan lobby ke pihak regulasi dalam hal ini POSTEL untuk berusaha membebaskan frekuensi 2.4GHz.
Perjuangan terus berlanjut, mailing list tempat diskusi
secara elektronik menjadi medan perang dan koordinasi sambil menyebarkan ilmu
pengetahuan agar rekan-rekan semua dapat belajar satu dengan yang lain. Mailing
list yang paling dominan dalam proses perjuangan Internet Wireless
di Indonesia adalah INDOWLI@yahoogroups.com.
Di akhir tahun 2005, massa pelanggan
mailing list
INDOWLI@yahoogroups.com termasuk besar dan lebih dari 4000 pelanggan. Setelah
Merdeka, di pertengahan tahun 2006, total pelanggan mailing list
INDOWLI@yahoogroups.com dan INDOWLI@groups.or.id melebihi 7000 pelanggan. Di
awal tahun 2010, telah lebih dari 8000 anggota.
2002-2003
Sweeping Internet Wireless
Tahun 2002, kembali terjadi
peningkatan sweeping aparat terhadap rekan-rekan pengguna 2.4GHz, VoIP dll. INDOWLI melayangkan surat
protesnya tertanggal 8 Mei 2002 yang ditanda tangani oleh Barata Wardana dan
Yohanes Sumaryo. Akhirnya pada tanggal 14 Juni 2002, Onno W. Purbo
melayangkan surat cinta kepada para pemimpin negeri ini & tentunya tidak di
tanggapi karena memang Onno W. Purbo hanya
rakyat biasa-biasa saja, sehingga suaranya tidak perlu di perhatikan. Salinan
surat dari INDOWLI maupun surat dari Onno W. Purbo kepada
para pemimpin negeri ini terlampir.
Pada tanggal 30 Desember 2003
kembali POSTEL membuat perang urat
syaraf dengan menayangkan iklan / advetorial di media KOMPAS yang berjudul
"Pemanfaatan Pita Frekuensi Radio
2.4GHz untuk Keperluan Internet".Pada dasarnya
advetorial POSTEL berargumentasi bahwa
kebijakan POSTEL memihak pada rakyat
Indonesia.
Onno W. Purbo-pun
naik pitam dan menulis artikel sanggahan yang di terbitkan di media massa
Indonesia. Naskah asli artikel sanggahan berjudul "POSTEL harus mundur, rapor anda merah berdarah!!"
di terbitkan oleh beberapa media nasional pada bulan January 2004.
Di World Summit on Information
Society (WSIS) Geneve Geneve 9-12 Desember 2003, banyak rekan-rekan negara lain
terkagum, terinspirasi pengalaman Indonesia yang real di lapangan, bertumpu
swadana & swadaya masyarakat, praktis hampir tidak di danai oleh pemerintah
sama sekali. Alhamdullillah, tidak menambah utangan negara ke World Bank dan
IMF. Bahkan masyarakat melakukan investasi sendiri infrastruktur informasinya,
yang mereka juluki "RebelNet" the Indonesian community based
infrastructure.
Proses pembuatan naskah regulasi /
peraturan pembebasan 2.4GHz cukup alot. Perdebatan panjang sepanjang tahun 2004
terjadi di mailing list regulasi-POSTEL@yahoogroups.com,
INDOWLI-formatur@yahoogroupscom, dan INDOWLI@yahoogroups.com, membahas detail
naskah peraturan, keputusan menteri untuk kebebasan 2.4GHz. Beberapa workshop
dan diskusi terbuka di gelar sebagai ajang interaksi antara regulator dan para
pelaku lapangan. Rekan-rekan APJII di pimpin oleh Heru Nugroho dan rekan-rekan
INDOWLI seperti Barata dan
Didin sangat fasilitatif dalam melakukan proses interaksi antara regulator dan
pelaku lapangan.
Tekanan menjadi sangat besar setelah
PEMILU 2004, terutama karena adanya tekanan publik untuk mengevaluasi kinerja
kabinet selama awal 100 hari dalam kekuasaan.
Pada awal Kabinet hasil PEMILU 2004,
POSTEL masih berada di bawah
naungan Departemen Perhubungan yang di komandani oleh Hatta Rajasa. Hatta
Rajasa tampaknya cukup pandai untuk melihat kebutuhan masyarakat telekomunikasi
dan Internet di Indonesia. Hatta
Rajasa tampaknya memaksa kepada POSTEL untuk menyelesaikan draft Keputusan
Menteri 2.4GHz.
Akhirnya, pada tanggal 5 Januari
2005, di tanda tangani Keputusan Menteri No. 2 / 2005 tentang Wireless Internet
di 2.4GHz oleh Hatta Rajasa. KEPMEN 2/2005 pada prinsipnya membebaskan ijin
penggunaan frekuensi 2.4GHz dengan syarat, antara lain,
- maksimum daya pancar 100mW
- EIRP maksimum 36dBm
- semua peralatan yang digunakan telah di sertifikasi.
Semua perjuangan merupakan bagian
dari proses membuat bangsa ini menjadi lebih baik, tidak ada perjuangan yang
tidak membawa korban, minimal korban waktu di para pelakunya. Banyak pengorbanan
material yang terjadi, beberapa rekan bahkan berkorban jiwa-nya terjatuh dari
tower pada saat menginstalasi peralatan.
Kita sering tidak sadar bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa paling besar di dunia yang telah mengembangkan Internet wireless
secara massal. Bangsa lain, terutama negara berkembang di Afrika & Asia
banyak belajar ke bangsa Indonesia.
Walaupun di tahun 2006, bangsa
Indonesia telah menikmati sedikit kemerdekaan dalam menggunakan frekuensi 2.4GHz. Masih
banyak pekerjaan rumah yang harus di kerjakan, terutama, membebaskan frekuensi 5-5.8GHz,
membebaskan Internet Telepon,
membebaskan RT/RW-net dan masih
banyak lagi.
Alangkah indahnya jika kita dapat
melihat 220.000 sekolah & 45 juta siswa Indonesia terkait ke Internet. Bukan mustahil
pada saat hal ini terjadi, bangsa ini menjadi bangsa besar, lebih besar dari
Malaysia & Australia yang hanya memiliki 20 juta jiwa.
Semoga dengan semakin bebasnya Internet di Indonesia,
bangsa ini dapat berkiprah dari kekuatan otak-nya bukan sekedar otot-nya saja.
Bahasa keren-nya adalah melihat "Knowledge Based
Society" di Indonesia.
Paling tidak cuplikan sejarah ini
dapat memberikan nuansa bagi para penerus bangsa Indonesia, bahwa apa yang
mereka peroleh merupakan hasil jerih payah banyak pendahulunya. Semoga tidak di
sia-siakan & menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar.
0 comments:
Post a Comment